PESAN
PAUS BENEDIKTUS XVI DALAM RANGKA PERAYAAN HARI PERDAMAIAN SEDUNIA 1 JANUARI
2012
oleh KOPTARI Indonesia pada 2
Januari 2012 pukul 10:47 ·
“MENDIDIK
KAWULA MUDA DENGAN KEADILAN DAN DAMAI”.
1.
Permulaan sebuah tahun baru, yang adalah pemberian Tuhan pada kemanusiaan,
mendorongku untuk menyebarkan pada semua, hasrat hatiku yang baik dengan penuh
keyakinan dan perasaan. Masa yang ada di hadapan kita sekarang ini mungkin
ditandai dengan keadilan dan damai secara kongkrit.Dengan sikap yang
bagaimanakah kita menyongsong tahun baru itu? Kita menemukan sebuah gambaran
yang indah dalam kitab Mazmur 130. Pemazmur mengatakan bahwa orang yang beriman
menunggu Tuhan “lebih dari penjaga menantikan fajar” (ayat 6). Mereka
menunggunya dengan harapan yang teguh karena mereka tahu bahwa dia akan membawa
cahaya, belas kasih, dan keselamatan.
Penantian
ini lahir dari pengalaman bangsa yang terpilih, yang menyadari bahwa Allah
mengajar mereka untuk memandang dunia dalam kebenarannya dan tidak dikuasai
oleh goncangan-goncangan. Saya mengundangmu untuk menatap tahun 2012 dengan
sikap kepasrahan yang penuh keyakinan. Adalah tepat bahwa tahun yang sedang
berakhir telah ditandai oleh rasa frustasi yang memuncak terhadap krisis yang
datang mencekam masyarakat, dunia perburuhan dan ekonomi, sebuah krisis yang
akarnya yang utama adalah bersifat budaya dan antropologis. Tampaknya
seolah-olah ada sebuah bayangan telah melingkupi masa kita, mencegah kita
untuk melihat dengan jelas terang dari hari itu.
Namun
dalam bayangan ini, hati manusiawi kita terus menunggu fajar yang diucapkan
oleh pemazmur itu. Karena harapan itu sangat kuat dan terbukti terutama di
kalangan orang muda. Pikiranku mengarah pada mereka dan pada sumbangan yang
dapat dan harus mereka buat kepada masyarakat. Karena itu saya ingin
mengkhususkan pesan ini dalam rangka Hari Damai Se-dunia yang XVI pada tema
pendidikan: “Mendidik Kawula Muda dengan Keadilan dan Damai.” Dengan suatu
keyakinan kawula muda, dengan idealisme dan kegairahannya, dapat menawarkan
sebuah harapan baru kepada dunia.
Pesan
saya juga dialamatkan pada orangtua, keluarga dan semua yang terlibatdalam
bidang pendidikan dan pembentukan. Juga saya sampaikan kepada pemimpin-pemimpin
dalam aneka lingkungan agama, masyarakat, politik, ekonomi dan hidup yang
berbudaya dan pemimpin-pemimpin dalam media. Pemerhatian kepada kawula muda dan
kepedulian-kepedulian mereka, kemampuan untuk mendengar dan menghargai mereka
bukanlah semata sebagai sesuatu yang bijaksana. Ini juga menampilkan suatu
kewajiban utama untuk masyarakat secara keseluruhan demi pembangunan masa depan
darikeadilan dan damai.
Hal
ini menyangkut pengkomunikasian kepada kawula muda sebuah penghargaan terhadap
nilai-nilai positif dari hidup dan membangkitkan dalam diri mereka sebuah
keinginan untuk mengisi hidup dengan pelayanan kepada Sang Kebaikan itu. Ini
adalah tugas yang melibatkan masing-masing kita secara pribadi. Kepedulian yang
diungkapkan dalam masa sekarang ini oleh banyak kawula muda seluruh dunia
menunjukkan bahwa mereka berkehendak untuk menatap masa depan dengan
pengharapan yang teguh. Pada saat ini, mereka sedang mengalami keprihatinan
tentang banyak hal. Mereka ingin menerima suatu pendidikan yang menyiapkan
mereka untuk dapat secara penuh berhubungan dengan dunia nyata. Mereka melihat
betapa sulit untuk membentuk sebuah keluarga dan menemukan pekerjaan yang
stabil. Mereka mempertanyakan apakah mereka dapat sungguh memberikan sumbangan
kepada kehidupan politis, budaya dan ekonomi agardapat membangun suatu
masyarakat dengan wajah yang lebih manusiawi dan penuh persaudaraan. Adalah
penting bahwa idealisme yang menggelisahkan dan mendasar ini menerima perhatian
yang sepantasnya pada setiap tingkat masyarakat. Gereja menatap kepada kawula
muda dengan harapan dan keyakinan. Gereja menyemangati mereka mencari kebenaran,
membela kebaikan umum, membuka diri pada dunia sekitar mereka dan berkeinginan
melihat “hal-hal yang baru” (Yes 42:9 ; 48:6).
Para
Pendidik
2.
Pendidikan adalah suatu petualangan yang sangat menarik dan sulit dalam hidup.
Pendidikan – berasal dari bahasa Latin “educere” – yang berarti menuntun kawula
muda untuk bergerak melampaui diri mereka sendiri dan memperkenalkan
mereka dengan kenyataan, kepada suatu kepenuhan yang membawa pada suatu
pertumbuhan. Proses ini didukung oleh pertemuan dari kedua kebebasan itu, dari
yang dewasa dan dari yang muda. Hal ini menyerukan suatu tanggungjawab pada
pihak yang belajar, yang harus terbuka pada bimbingan ke pengetahuan akan
realitas, dan pada pihak pendidik,yang harus siap untuk memberi diri mereka sendiri.
Untuk
alasan ini, masa kini kita lebih memerlukan kesaksian yang otentik lebih dari
sebelumnya, dan tidak begitu saja membungkus peraturan dan fakta. Kita
memerlukan saksi-saksi yang mampu melihat lebih jauh dari pada yang lain karena
hidup mereka berwawasan jauh lebih luas. Saksi adalah seorang yang pertama
menghidupi kehidupan itu dan dia mengajukannya pada orang-orang lain.
Dimanakah
pendidikan keadilan dan damai yang tepat berlangsung? Pertama, dalam keluarga,
karena orangtua adalah pendidik yang pertama. Keluarga adalah sel utama
dari masyarakat “Dalam keluargalah anak-anak belajar nilai-nilai manusiawi dan
kristiani yang memungkinkan mereka untuk hidup berdampingan secara konstruktif
dan damai. Dalam keluarga mereka mempelajari solidaritas di antara generasi,
hormat pada peraturan, pengampunan dan bagaimana menyambut orang lain.”
Keluarga adalah sekolah pertama yang di dalamnya kita dilatih dengan keadilan
dan damai.
Kita
sedang hidup dalam dunia di mana keluarga-keluarga, dan hidup itu sendiri,
terus menerus terancam dan tercerai-beraikan. Kondisi kerja yang sering
tidak dapat terdamaikan dengan tanggungjawab-tanggungjawab keluarga,
kecemasan-kecemasan akan masa depan, kehingar-bingaran langkah hidup, kebutuhan
yang sering-sering untuk berpindah untuk memastikan kehidupan yang
memadai, untuk menyatakan tidak akan bertahan hidup saja – semua ini membuat
susah untuk memastikan bahwa anak menerima harta yang paling berharga yaitu
kehadiran orangtua. Kehadiran ini membuat mungkin untuk berbagi secara lebih
mendalam dalam perjalanan hidup dan menyampaikan pengalaman-pengalaman dan
keyakinan-keyakinan yang diperoleh sepanjang tahun, pengalaman-pengalaman dan
keyakinan-keyakinan yang hanya dapat dikomunikasikan dengan menghabiskan waktu
bersama. Saya mau mendesak para orangtua untuk tidak menumbuhkan kekerdialan
hati! Semoga mereka menyemangati anak-anak dengan teladan hidup mereka dengan
menaruh harapan mereka dalam Allah di atas segalanya yang lain, satu sumber
dari keadilan dan damai yang otentik.
Saya
juga ingin menyampaikan sepatah kata pada mereka yang bertugas dalam institusi
pendidikan; dengan sebuah tanggungjawab yang besar semoga mereka menjamin
martabat setiap orang selalu dihormati dan dihargai. Biarlah mereka peduli
bahwa setiap orang muda mampu untuk menemukan panggilannya sendiri-sendiri dan
membantu mengembangkan talenta yang diberikan Tuhan. Semoga mereka meyakinkan
kembali keluarga-keluarga bahwa anak-anak mereka dapat menerima sebuah
pendidikan yang tidak bertentangan dengan suara hati dan prinsip religius
mereka.
Setiap
pengaturan pendidikan dapat menjadi sebuah tempat akan keterbukaan kepada hal
yang ilahi dan orang-orang lain. Ini sebuah tempat untuk dialog, kelekatan dan
mendengar dengan penuh perhatian, di mana kawula muda merasa dihargai karena
kemampuan pribadi mereka dan kekayaan-kekayaan batiniah dan dapat belajar untuk
menghargai saudara-saudarinya. Semoga kawula muda diajari untuk menikmati
sukacita yang datang dari praktek-praktek belas kasih sehari-hari dan rasa
belas kasihan terhadap orang-orang lain dan dari keterlibatan dalam pembangunan
masyarakat yang lebih manusiawi dan bersaudara. Saya meminta pemimpin-pemimpin
politis untuk menawarkan bantuan kongkrit kepada keluarga-keluarga dan
institusi-institusi pendidikan dalam praktek hak dan kewajiban mereka
untuk mendidik. Dukungan yang kuat tidak pernah bisa kurang kepada
orangtua dalam tugas mereka. Biarlah mereka berkeyakinan bahwa tidak seorang
pun dilarang untuk jalan masuk ke pendidikan. Dan bahwa keluarga-keluarga dapat
dengan bebas memilih struktur-struktur pendidikan yang mereka kira sesuai
untuk anak-anak mereka. Biarlah mereka melibatkan diri pada penyatuan
kembali keluarga-keluarga yang terpisah karena kebutuhan hidup. Biarlah mereka
memberi kawula muda sebuah gambaran politik yang transparan sebagai suatu
pelayanan yang tulus kepada kebaikan semua orang.
Saya
tidak bisa juga gagal untuk menyerukan kepada dunia media
untuk menawarkan sumbangan mereka sendiri untuk pendidikan. Dalam
masyarakat masa kini alat media mempunyai peranan khusus. Mereka bukan hanya
memberikan informasi tetapi juga membentuk pemikiran dari pembaca-pembaca,
dan dengan demikian mereka dapat memberikan sebuah sumbangan yang berarti
kepada pendidikan orang-orang muda. Perlu untuk tidak pernah lupa bahwa
hubungan antara pendidikan dan komunikasi sangat dekat sekali. Pendidikan
berlangsung melalui komunikasi, yang mempengaruhi, demi yang lebih baik atau
lebih buruk, pembentukan orang-orang.
Kawula
muda juga butuh untuk mempunyai keberanian untuk hidup dengan standard
hidup yang sama tingginya yang mereka siapkan untuk orang lain. Ada sebuah
tanggung jawab yang besar. Semoga mereka menemukan kekuatan untuk membuat
penggunaan yang baik dan bijaksana dari kebebasan mereka. Mereka juga bertanggungjawab
untuk pendidikan mereka, termasuk pendidikan keadilan dan damai.
Mendidik
dalam kebenaran dan kebebasan
3.
St. Agustinus bertanya suatu waktu: “Quid enim fortius desiderat anima quam
veritatem – Apakah yang lebih mendalam diinginkan manusia selain dari
kebenaran? Wajah manusiawi dari sebuah masyarakat sangat tergantung pada
sumbangan pendidikan untuk tetap membuat pertanyaan yang tidak dapat ditahan
ini hidup. Tentu pendidikan peduli dengan pembentukan menyeluruh manusia,
termasuk dimensi moral dan spiritual, yang berfokus pada tujuan manusia dan
kebaikan dari masyarakat yang padanya ia berada. Karena itu, supaya dapat
mendidik dalam kebenaran, adalah perlu pertama dan terutama
untuk mengetahui siapakah manusia itu, mengetahui kodrat manusia. Dengan
mengkontemplasikan dunia sekitarnya, pemazmur merefleksikan, ”Ketika saya
melihat langit, karya buah tanganmu, bulan dan bintang yang Kau atur, apakah
manusia sehingga kau perhatikan, manusia yang dapat mati sehingga kau
memperhatikannya?” (Mzm8:4-5). Ini adalah pertanyaan fundamental yang harus
dipertanyakan. Siapakah manusia? Manusia adalah suatu mahluk yang menanggung di
hatinya suatu kehausan akan sesuatu yang tidak terbatas, suatu kerinduan akan
kebenaran – suatu kebenaran yang tidak sebagian tetapi mampu untuk menjelaskan
makna kehidupan. Karena dia diciptakan dalam gambaran dan keserupaan dengan
Allah. Pengakuan syukur bahwa hidup adalah hadiah yang tidak ternilai, kemudian
membawa kepada penemuan akan martabat yang mendalam dari diri seseorang dan
ketidakmampuan pelecehan terhadap setiap pribadi. Karena itu langkah pertama
dalam pendidikan adalah belajar untuk mengenal gambaran pencipta di dalam diri
manusia, dan selanjutnya belajar untuk memiliki hormat yang mendalam terhadap
semua mahluk manusia dan menolong mereka untuk menghidupi suatu
kehidupan yang sesuai dengan martabat yang agung ini. Kita seharusnya tidak
pernah lupa bahwa “perkembangan manusia yang otentik menyangkut
keseluruhan dari orang itudalam setiap dimensi”. Termasuk di dalamnya dimensi
transenden, dan bahwa orang tidak dapat dikurbankan demi mencapai sebuah
kebaikan khusus, apakah ini berupa ekonomi atau sosial, individu atau kolektif.
Hanya
dalam hubungan dengan Allah manusa sungguh sampai pada pengertian juga
tentang makna dari kebebasan manusiawi. Ini adalah tugas dari pendidikan untuk
membentuk orang dalam kebebasan otentik. Ini bukan berarti ketidakhadiran
pembatasan atau keagungan kehendak bebas, ini bukan keabsolutan diri.
Ketika
manusia percaya dirinya absolute, untuk tidak tergantung pada suatu apa pun dan
seorang pun, untuk mampu melakukan apa saja yang dia mau, dia berakhir pada
perlawanan terhadap kebenaran dari keberadaan dirinya sendiri dan menyerahkan
kebebasannya. Sebaliknya, manusia adalah mahluk yang berelasi, yang hidup di
dalam hugungan dengan orang lain dan khususnya dengan Allah. Kebebasan yang
otentik tidak akan pernah dapat dicapai secara bebas dari Allah.
Kebebasan
adalah sebuah nilai yang berharga, tetapi rapuh; hal ini dapat disalahmengerti
dan disalahgunakan. “Saat ini, halangan yang tersembunyi yang khusus pada
tugas pendidikan adalah kehadiran yang kuat di dalam masyarakat dan budaya akan
relativisme yang, mengakui tidak suatu pun definitif, meninggalkan kriteria
yang paling akhir hanya pada diri dengan segala keinginannya. Dengan cara
pandang relativistik seperti itu, maka pendidikan yang sungguh tidak mungkin
tanpa cahaya kebenaran; cepat atau lambat, setiap orang nyatanya akan
terjerumus pada keraguan akan kebaikan dari hidupnya sendiri dan
hubungan-hubungan yang darinya kebaikan itu terkandung, keabsahan dari
komitmennya untuk membangun bersama dengan orang lain sesuatu yang sama secara
umum”
Untuk
melaksanakan kebebasannya, maka manusia bergerak melampaui cara pandang
relativistik dan sampai pada pengetahuan akan kebenaran tentang dirinya sendiri
dan kebenaran tentang yang baik dan yang jahat. Jauh di dalam hatinuraninya,
manusia menemukan sebuah hukum yang tidak ditempatkan diatas dirinya tetapi
yang dia harus patuhi. Suara hukum itu memanggilnya untuk mencintai dan
melakukan apa yang baik, dan mencegah apa yang jahat dan bertanggungjawab atas
hal yang baik yang dia lakukan dan yang jahat yang dia perbuat. Jadi
pelaksanaan kebebasan dihubungkan erat dengan hukum moral kodrati, yang adalah
bersifat universal, yang mengungkapkan martabat setiap orang dan membentuk
dasar dari hak manusiawi yang hakiki dan kewajiban. Sebagai akibatnya,
dalam analisa akhir, hal ini membentuk dasar untuk keberadaan bersama yang
adil dan damai.
Maka
penggunaan yang tepat akan kebebasan adalah pusat dari promosi keadilan dan
damai, yang membutuhkan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain,
termasuk mereka yang cara hidupnya berbeda sekali dengan seorang yang lain.
Sikap ini menimbulkan unsur-unsur yang tanpa keadilan dan damai tinggal hanya
isapan jempol tanpa isi: saling percaya, kemampuan untuk berpegang pada
dialog yang membangun, kemungkinan akan pengampunan, yang setiap orang terus
ingin menerima tetapi menemukan kesulitan untuk menganugerahkannya, saling
berbelaskasih, rasa kasihan terhadap yang lemah, juga kesediaan
untuk membuat pengorbanan-pengorbanan.
Mendidik
dalam keadilan
4.
Dalam dunia kita ini, meskipun di dalamnya pengakuan akan tekad-tekad yang
baik, nilai dari orang, dari martabat manusiawi dan hak-hak manusiawi sungguh
terancam oleh menyebarnya kecenderungan untuk kembali secara tertutup pada
kriteria kegunaan, untung, kepemilikan materi, adalah perlu untuk tidak
melepaskan konsep keadilan dari akar-akar transendennya. Sungguh, keadilan
bukan hanya semata sebuah kesepakatan manusiawi, karena apa yang adil, pada
akhirnya bukan ditentukan oleh hukum positif, tetapi oleh identitas yang mendalam
dari manusia. Inilah pandangan menyeluruh dari manusia yang menyelamatkan kita
dari kejatuhan pada sebuah konsep keadilan yang berdasarkan pada perjanjian.
Ini memampukan kita untuk menempatkan keadilan dalam cara pandang dari
solidaritas dan cinta. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa beberapa arus
dari budaya modern, yang dibangun atas rationalis dan prinsip-prinsip ekonomi
yang individualis, telah memotong konsep keadilan dari akar transendensinya,
melepaskannya dari belaskasih dan solidaritas.
’Kota
dunia’ dipromosikan bukan hanya dengan hubungan-hubungan akan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, tetapi pada suatu hal yang bahkan lebih besar dan mendasar
yang dikembangkan dengan hubungan-hubungan akan rasa syukur,belas kasih dan
kesatuan. Kemurahan hati selalu menampakkan cinta Allah dalam hubungan
manusiawi juga. Ini memberi nilai teologis dan penyelamatan kepada semua
ketekadan akan keadilan di dunia”. “Terpujilah orang yang lapar dan haus akan
kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” (Mat 5:6). Mereka akan puas karena
mereka lapar dan haus akan hubungan-hubungan yang benar dengan Allah, dengan
diri mereka sendiri, dengan saudara dan saudari mereka, dan dengan semua
ciptaan.
Mendidik
dalam damai
5.
“Damai bukanlah semata ketidakhadiran perang, dan tidak terbatas pada
pemeliharaan sebuah keseimbangan kekuatan di antara musuh-musuh. Damai tidak
dapat dicapai di bumi tanpa penjagaan yang aman dari hal-hal yang baik dari
manusia, komunikasi yang bebas di antara manusia, hormat terhadap martabat orang-orang
dan bangsa-bangsa, dan praktek yang tekun akan persaudaraan.”
Kita,
kristiani, percaya bahwa Kristus adalah damai kita yang sesungguhnya: di
dalamnya, lewat salib-Nya, Allah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya
sendiri dan telah menghancurkan tembok pemisah yang menceraikan kita satu sama
lain (konfr. Ef 2:14-18). Dalam dia, ada, hanya satu keluarga yang telah
didamaikan dalam cinta.
Namun
damai bukanlah semata sebuah pemberian untuk diterima. Ini juga suatu tugas
yang perlu dijalankan. Agar kita menjadi pembuat-pembuat perdamaian, kita harus
mendidik diri kita sendiri dalam rasa belas kasih, solidaritas, kerjasama,
persaudaraan, aktif dalam komunitas dan peduli untuk meningkatkan kesadaran
akan isu-isu nasional dan internasional dan pentingnya mencari mekanisme yang
memadai untuk pembagian kembali kemakmuran, promosi dari pertumbuhan, kerjasama
untuk pengembangan dan pemecahan konflik. “Terpujilah orang-orangyang membuat
damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”, seperti Yesus katakan dalam
kotbah di bukit (Mat 5: 9).
Damai
bagi semua adalah buah dari keadilan bagi semua, dan tidak seorang pundapat
melalaikan tugas mendasar ini untuk mempromosikan keadilan, seturut bidang
kemampuan dan tanggungjawab khusus seseorang. Kepada kawula muda, yang memiliki
kelekatan yang kuat dengan idealisme, saya menyebarkan undangan khusus untuk
menjadi sabar dan gigih dalam mencari keadilan dan damai, dalam mengolah rasa
dari apa yang adil dan benar, bahkan ketika itu melibatkan pengorbanan dan
berenang melawan arus.
Mengarahkan
mata orang pada Allah.
Sebelum
tantangan yang sulit dari menjalani langkah-langkah keadilan dan damai, kita
mungkin tergoda untuk bertanya, dalam kata-kata pemazmur: “Saya
mengarahkan pandanganku kegunung: dari mana akan datang pertolonganku?” (Mzm
121:1).
Kepada
semua, khususnya kawula muda, saya ingin mengatakan secara emphaty: “bukanlah
ideologi-ideologi yang menyelamatkan dunia, tetapi hanya sebuah pertobatan
kepada Allah yang hidup, pencipta kita, penjamin dari kebebasan kita, penjamin
dari apa yang sungguh baik dan benar…. Sebuah pertobatan tanpa syarat kepada
Allah yang adalah ukuran akan hal yang baik dan yang sekaligus adalah
cinta yang sejati. Dan apa yang dapat memisahkan kita dari cinta?” Cinta
bersukacita dalam kebenaran, ia adalah kekuatan yang memungkinkan kita untuk
sebuah komitmen kepada kebenaran, keadilan, damai, karena cinta itu mengemban
semua hal, percaya semua hal, berharap pada semu hal, menanggung semua hal
(Konfr. I Kor 13:1-13).
Kawula
muda terkasih, kamu adalah hadiah berharga untuk masyarakat. Jangan menyerah
pada keputusasaan berhadapan dengan kesulitan dan jangan mengabaikan dirimu
sendiri pada pemecahan-pemecahan yang salah yang sering kelihatan menjadi cara
yang paling gampang untuk mengatasi masalah-masalah. Jangan takut membuat
komitmen, untuk menghadapi kerja keras dan pengorbanan, untuk memilih
langkah-langkah yang membutuhkan kesetiaan dan kesinambungan, kerendahan hati
dan dedikasi. Yakinlah dengan kemudaanmu dan keinginannya yang mendalam
untuk kebahagiaan, kebenaran, keindahan dan cinta yang asali! Hidupilah
secara penuh waktu ini dalam hidupmu yang begitu kaya dan penuh dengan
antusiasme. Sadarilah bahwa kamu sendiri adalah sebuah teladan dan inspirasi
bagi orang-orang dewasa, bahkan lebih lagi sampai pada tahap bahwa engkau
mencari jalan mengatasi ketidakadilan dan korupsi dan berusaha membangun sebuah
masa depan yang lebih baik.
Sadarlah
akan potensimu; jangan pernah menjadi berpusat pada diri tetapi bekerja
untuk masa depan yang lebih cerah untuk semua orang. Kamu tidak pernah
sendiri. Gereja meyakinimu, mengikutimu, menyemangatimu dan ingin menawarkan
padamu suatu hadiah berharga yang dia miliki: kesempatan untuk mengarahkan
matamu kepada Allah, untuk bertemu dengan Yesus Kristus, yang dirinya
sendiri adalah keadilan dan damai. Pada semua pria dan wanita seluruh dunia,
yang peduli akan penyebab damai: damai bukanlah sebuah rahmat yang telah
diperoleh, tetapi sebuah tujuan yang padanya setiap dan semua kita harus
bercita-cita. Marilah melihat dengan harapan yang lebih besar ke masa depan;
marilah kita saling menyemangati satu sama lain dalam perjalanan kita; marilah
kita bekerjasama untuk memberi wajah yang lebih manusiawi dan bersaudara kepada
dunia kita; dan marilah merasakan suatu tanggungjawab bersama terhadap
generasi-generasi yang sekarang dan yang akan datang, khususnya dalam tugas
untuk melatih mereka menjadi orang pembawa damai dan pembangun damai.
Dengan
pemikiran-pemikiran ini saya menawarkan refleksi-refleksi saya dan saya
menyerukan kepada setiap orang: marilah menyatukan sumber-sumber spiritual,
moral dan material untuk tujuan yang besar “mendidik kawula muda dengan
keadilan dan damai”.
Dari
Vatikan, 8 Desember 2011.
Diterjemahkan
oleh Team JPIC Kapusin Medan,dari:
MESSAGE
OF HIS HOLINESS
POPE
BENEDICT XVI
FOR
THECELEBRATION OF THE
WORLD
DAY OF PEACE 1 JANUARY 2012
©
Copyright2011 - Libreria Editrice Vaticana